May 2, 2014

Surat Cintaku UntukMU

Ya Allah, Engkaulah tempat ku bercerita
Tempatku meneteskan air mata
Tempatku bergembira
Tempatku mengirimkan rasa ridu yang menggebu di dalam dada...

Maafkan hambaMu ya Allah...
Malam ini ku datang dengan penuh duka nestapa
Duka yang datang menghantam jiwa
Duka ini akan dunia

Ya dunia ini...
Umat manusianya seakan tak butuh siraman jiwa
Tak butuh belajar ilmu agama
Tapi hanya butuh dididik bagaimana mengumpulkan harta

Ya Allah...
Apakah ini peringatanMu?
Apakah ini ujianMu bagi seluruh umat manusia?
Agar kami kembali ke jalanMu...

Kuatkan kami di jalan ini ya Allah
Jalan yang tak semua orang diberi kesempatan yang sama
Jalan yang dipilih para syuhada
Yaitu jalan Taqwa.

Pena



oleh : Neviana Athika

Ketika kata ini diperdengarkan, apa yang ada dipikiranmu? Pastinya sebuah benda, bentuknya silinder, kecil panjang, berisi tinta yang dapat berfungsi untuk menulis, menggambar, mewarnai dan lain sebagainya.

Dengan pena kita dapat menuliskan kata-kata indah penuh hikmah, gambar-gambar menawan yang rupawan, mengukirkan berbagai macam warna sehingga bermakna. Tapi jangan salah dengan pena kita juga dapat menuliskan kata-kata buruk yang merasuk, gambar-gambar  seram penuh dendam, mengukir berbagai macam warna sehingga terlena. Intinya buruk akibatnya.

Di zaman kehidupan Rasulullah pun ada alat tulis akan tetapi belum berbentuk pena seperti zaman sekarang. Melainkan masih menggunakan alat- alat yang sederhana, seperti pelepah kurma, lempengan-lempengan batu dan kepingan-kepingan tulang.

Siapa di zaman ini yang tak kenal dengan nama Ibnu Katsir. Dengan goresan penanya menghasilkan karya-karya yang sangat mengagumkan. Yang paling terkenal adalah Tafsir Al-Quran al-Karim yang termasyhur dengan sebutan Tafsir Ibnu Katsir dan banyak karya lainnya. Kemudian ada Ibnu Taimiyah. Goresan penanya mencakup bidang akidah, fikih, tafsir, hadits, tasawuf, filsafat hingga politik. Goresan pena yang hingga sekarang hasil karya-karyanya masih digunakan. Di Indonesia sendiri adalah seorang ulama yang bernama Buya Hamka, goresan penanya menghasilkan karya-karya seperti : Merantau ke DeliDi Bawah Lindungan Ka’bah, dan Tenggelamnya Kapal van der Wijck.

Diatas adalah contoh beberapa ulama2 yang piawai dalam menggoreskan penanya untuk hal-hal yang bermanfaat bagi umat. Bagaimana jika  mereka yang dengan sengaja menggoreskan penanya adalah untuk hal-hal yang jahat? Orang –orang yang dalam sejarah telah membuat hadist-hadist palsu? Maka kitalah sendiri yang harus benar-benar berhati-hati dalam membaca goresan2 pena mereka.

Marilah kita mengangkat pena kita teruntuk umat islam yang lurus, hanya untuk umat islam yang lurus!!!

Oh IBU...

Pada suatu hari, ketika Hasan al-Bashri thawaf di Ka’bah, Makkah, beliau bertemu dengan seorang pemuda yang memanggul keranjang di punggungnya. Beliau bertanya padanya apa isi keranjangnya. “Aku menggendong ibuku di dalamnya,” jawab pemuda itu. “Kami orang miskin. Selama bertahun-tahun, ibuku ingin beribadah haji ke Ka’bah, tetapi kami tak dapat membayar ongkos perjalanannya. Aku tahu persis keinginan ibuku itu amat kuat. Ia sudah terlalu tua untuk berjalan, tetapi ia selalu membicarakan Ka’bah, dan kapan saja ia memikirkannya, air matanya bergelinang. Aku tak sampai hati melihatnya seperti itu, maka aku membawanya di dalam keranjang ini sepanjang perjalanan dari Suriah ke Baitullah. Sekarang, kami sedang thawaf di Ka’bah! Orang-orang mengatakan bahwa hak orangtua sangat besar. Pemuda itu bertanya, “Ya Imam, apakah aku dapat membayar jasa ibuku dengan berbuat seperti ini untuknya?” Hasan al-Bashri menjawab, “Sekalipun engkau berbuat seperti ini lebih dari tujuh puluh kali, engkau takkan pernah dapat membayar sebuah tendanganmu ketika engkau berada di dalam perut ibumu!”




Subhanallah...betapa besar jasa ibu, ampuni hamba-Mu ya Allah... ampuni ananda yang pernah khilaf ya ibuku...

“Kasih ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi
Tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia”

Robbighfir lii wa li waalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”